Panduan Lengkap: Bikin Surat Permohonan Remisi Penalti SST yang Ampuh!
Memahami Remisi Penalti SST: Kapan dan Mengapa Anda Mungkin Memerlukannya¶
Pernahkah Anda merasa kaget ketika menerima surat tagihan pajak yang jumlahnya membengkak karena adanya penalti? Dalam dunia bisnis, khususnya yang berkaitan dengan Pajak Penjualan dan Pajak Layanan (SST), penalti atau denda adalah hal yang sayangnya bisa terjadi. Penalti ini biasanya dikenakan karena keterlambatan pembayaran, kesalahan pelaporan, atau pelanggaran aturan SST lainnya. Namun, jangan langsung panik! Ada solusi yang mungkin bisa meringankan beban Anda, yaitu dengan mengajukan remisi penalti SST.
Remisi penalti SST adalah sebuah mekanisme yang memungkinkan Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan penalti yang telah dikenakan. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), memberikan kesempatan ini sebagai bentuk keadilan dan mempertimbangkan berbagai faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya pelanggaran. Penting untuk dipahami bahwa remisi bukanlah hak otomatis, melainkan sebuah permohonan yang akan dikaji dan diputuskan oleh pihak berwenang. Oleh karena itu, menyusun surat permohonan remisi yang baik dan meyakinkan adalah kunci utama keberhasilan.
Image just for illustration
Apa Itu Remisi Penalti SST?¶
Secara sederhana, remisi penalti SST bisa diartikan sebagai pengampunan atau pengurangan atas sanksi denda yang dikenakan dalam konteks Pajak Penjualan dan Pajak Layanan. Istilah “remisi” sendiri sebenarnya cukup umum digunakan dalam berbagai bidang hukum dan administrasi, yang intinya merujuk pada pengurangan atau penghapusan hukuman atau kewajiban. Dalam konteks pajak, remisi penalti SST merupakan instrumen kebijakan yang diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban Wajib Pajak yang menghadapi kesulitan atau kesalahan yang tidak disengaja dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Remisi penalti SST berbeda dengan upaya hukum lain seperti keberatan atau banding. Keberatan dan banding biasanya diajukan untuk mempermasalahkan kebenaran atau perhitungan pajak terutang, sedangkan remisi lebih fokus pada penghapusan atau pengurangan penalti yang sudah ditetapkan. Artinya, jika Anda merasa perhitungan pajak Anda sudah benar namun penalti yang dikenakan tidak adil atau ada alasan kuat untuk diringankan, maka remisi adalah jalur yang tepat untuk ditempuh. Penting untuk memahami perbedaan ini agar Anda dapat memilih langkah yang paling efektif untuk mengatasi masalah pajak Anda.
Alasan Umum Permohonan Remisi Penalti SST¶
Mengajukan permohonan remisi penalti SST bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan secara sembarangan. Anda perlu memiliki alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan mengapa Anda merasa penalti tersebut tidak seharusnya dikenakan atau setidaknya perlu dikurangi. Berikut adalah beberapa alasan umum yang sering digunakan dalam permohonan remisi penalti SST:
Kesalahan Administratif atau Ketidaksengajaan¶
Terkadang, penalti bisa muncul akibat kesalahan administratif yang murni tidak disengaja. Misalnya, kesalahan input data saat mengisi SPT (Surat Pemberitahuan) SST, typo dalam penulisan nomor rekening, atau kesalahan sistem yang menyebabkan keterlambatan pembayaran. Jika kesalahan ini memang terbukti murni ketidaksengajaan dan tidak ada unsur kesengajaan untuk menghindari pajak, maka ini bisa menjadi alasan yang kuat untuk mengajukan remisi. Bukti kesalahan administratif seperti screenshot sistem, catatan koreksi, atau surat keterangan dari pihak terkait akan sangat membantu memperkuat permohonan Anda.
Keadaan di Luar Kendali (Force Majeure)¶
Keadaan force majeure atau kejadian di luar kendali juga merupakan alasan yang sangat kuat untuk mengajukan remisi penalti SST. Contohnya adalah bencana alam seperti banjir, gempa bumi, kebakaran, atau pandemi yang menyebabkan operasional bisnis terganggu secara signifikan. Jika bencana alam tersebut secara langsung mempengaruhi kemampuan Anda untuk memenuhi kewajiban pajak tepat waktu, maka Anda berhak mengajukan remisi. Dokumentasi yang membuktikan adanya bencana alam dan dampaknya terhadap bisnis Anda, seperti surat keterangan dari pemerintah daerah, berita acara kejadian, atau laporan kerugian, akan sangat penting untuk dilampirkan dalam surat permohonan remisi.
Ketidakjelasan Peraturan atau Interpretasi yang Berbeda¶
Dalam beberapa kasus, peraturan perpajakan bisa tidak jelas atau menimbulkan interpretasi yang berbeda. Jika Anda menerapkan interpretasi peraturan yang menurut Anda benar, namun kemudian DJP memiliki interpretasi yang berbeda dan mengenakan penalti, Anda bisa mengajukan remisi. Alasan ini tentu memerlukan argumentasi hukum yang kuat dan mungkin perlu melibatkan konsultan pajak untuk membantu menyusunnya. Referensi peraturan, surat edaran DJP, atau putusan pengadilan pajak yang mendukung interpretasi Anda akan menjadi bukti penting dalam permohonan remisi.
Keterlambatan Pembayaran Akibat Masalah Sistem Perbankan atau Gangguan Teknis¶
Keterlambatan pembayaran pajak terkadang bukan disebabkan oleh kelalaian Wajib Pajak, melainkan karena masalah sistem perbankan atau gangguan teknis pada sistem pembayaran pajak online. Jika Anda memiliki bukti bahwa Anda sudah melakukan pembayaran tepat waktu namun transaksi gagal atau tertunda karena masalah sistem, Anda bisa mengajukan remisi. Bukti transaksi yang gagal, screenshot pesan error sistem, atau surat keterangan dari bank yang menyatakan adanya gangguan sistem bisa menjadi bukti pendukung yang kuat.
Kondisi Keuangan Perusahaan yang Sedang Mengalami Kesulitan Serius¶
Kondisi keuangan perusahaan yang sedang terpuruk juga bisa menjadi pertimbangan dalam permohonan remisi penalti SST. Jika perusahaan Anda mengalami kerugian besar, kesulitan likuiditas, atau bahkan terancam bangkrut, pembayaran penalti tentu akan menjadi beban yang sangat berat. Dalam kondisi seperti ini, Anda bisa mengajukan remisi dengan melampirkan laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan kondisi keuangan yang buruk, surat keterangan pailit (jika ada), atau bukti upaya restrukturisasi keuangan. Penting untuk diingat bahwa alasan ini biasanya memerlukan pertimbangan khusus dari DJP dan tidak selalu otomatis dikabulkan.
Cara Menyusun Surat Permohonan Remisi Penalti SST yang Efektif¶
Setelah memahami alasan-alasan yang bisa digunakan untuk mengajukan remisi, langkah selanjutnya adalah menyusun surat permohonan remisi penalti SST yang efektif. Surat ini adalah dokumen resmi yang akan menjadi dasar pertimbangan DJP, sehingga penyusunannya perlu dilakukan dengan cermat dan profesional. Berikut adalah panduan langkah demi langkah dalam menyusun surat permohonan remisi yang baik:
1. Identitas Wajib Pajak yang Jelas dan Lengkap¶
Bagian awal surat harus memuat identitas Wajib Pajak secara jelas dan lengkap. Ini meliputi:
- Nama Wajib Pajak: Nama lengkap perusahaan atau badan usaha.
- NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak): Nomor identifikasi pajak perusahaan.
- Alamat Lengkap: Alamat kantor pusat atau alamat korespondensi perusahaan.
- Nomor Telepon dan Email: Informasi kontak yang aktif dan mudah dihubungi.
Informasi ini penting agar DJP dapat dengan mudah mengidentifikasi Wajib Pajak dan mencocokkan data dengan sistem perpajakan mereka. Pastikan semua informasi yang dicantumkan akurat dan sesuai dengan data yang terdaftar di DJP.
2. Nomor dan Tanggal Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang Dikenakan Penalti¶
Selanjutnya, Anda perlu menyebutkan secara spesifik Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dikenakan penalti. Informasi ini meliputi:
- Nomor SKP: Nomor surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh DJP.
- Tanggal SKP: Tanggal penerbitan surat ketetapan pajak.
- Jenis Pajak: Sebutkan jenis pajak yang dikenakan penalti (misalnya SST).
- Masa Pajak: Periode pajak yang terkait dengan penalti (misalnya Masa Pajak Januari 2024).
- Jumlah Penalti yang Dikenakan: Sebutkan secara jelas jumlah penalti yang tercantum dalam SKP.
Informasi ini sangat penting agar DJP dapat mengetahui secara pasti SKP mana yang Anda maksud dan penalti mana yang ingin Anda mohonkan remisinya. Salinan SKP sebaiknya juga dilampirkan bersama surat permohonan sebagai bukti.
3. Alasan Permohonan Remisi yang Jelas, Rinci, dan Didukung Bukti¶
Bagian terpenting dari surat permohonan remisi adalah alasan mengapa Anda mengajukan permohonan tersebut. Alasan ini harus:
- Jelas: Dinyatakan dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami.
- Rinci: Dijelaskan secara detail dan tidak hanya berupa pernyataan umum.
- Didukung Bukti: Dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung yang relevan.
- Logis dan Masuk Akal: Alasan harus rasional dan dapat diterima secara logika.
- Jujur dan Apa Adanya: Hindari membuat alasan yang dibuat-buat atau tidak benar.
Pilihlah satu atau beberapa alasan yang paling relevan dengan kondisi Anda dari daftar alasan umum yang telah dibahas sebelumnya. Uraikan alasan tersebut secara detail, misalnya jika alasan Anda adalah kesalahan administratif, jelaskan jenis kesalahan administratifnya, bagaimana kesalahan itu terjadi, dan mengapa Anda menganggapnya sebagai kesalahan yang tidak disengaja. Lampirkan semua dokumen pendukung yang relevan untuk memperkuat alasan Anda, seperti bukti transaksi, surat keterangan, laporan keuangan, foto, atau dokumen lainnya.
4. Dasar Hukum Permohonan Remisi (Jika Ada)¶
Meskipun tidak selalu wajib, mencantumkan dasar hukum permohonan remisi dapat memperkuat argumen Anda. Dasar hukum ini bisa berupa:
- Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tentang remisi penalti pajak.
- Surat Edaran DJP yang relevan dengan kebijakan remisi.
- Putusan Pengadilan Pajak atau yurisprudensi yang mendukung permohonan remisi dalam kasus serupa.
Jika Anda mengetahui adanya peraturan atau putusan hukum yang relevan dengan alasan permohonan Anda, sebutkan dan jelaskan bagaimana peraturan atau putusan tersebut mendukung permohonan Anda. Namun, jika Anda tidak yakin atau kesulitan mencari dasar hukum, bagian ini bisa dilewati tanpa mengurangi kekuatan permohonan Anda, asalkan alasan dan bukti pendukung sudah cukup kuat.
5. Permohonan yang Jelas dan Sopan¶
Surat permohonan harus diakhiri dengan permohonan yang jelas dan sopan. Nyatakan secara eksplisit apa yang Anda harapkan dari DJP, yaitu:
- Permohonan Remisi Penalti: Sebutkan secara jelas bahwa Anda memohon remisi atas penalti SST yang telah dikenakan.
- Besar Remisi yang Diharapkan: Jika Anda menghendaki pengurangan penalti, sebutkan besar pengurangan yang Anda harapkan (misalnya pengurangan sebesar 50% atau penghapusan seluruh penalti). Namun, jika Anda tidak yakin dengan besar pengurangan yang wajar, Anda bisa menyerahkan sepenuhnya kepada pertimbangan DJP.
- Harapan atas Pertimbangan Positif: Ungkapkan harapan Anda agar permohonan remisi Anda dapat dikabulkan dan mendapatkan pertimbangan yang positif dari DJP.
Gunakan bahasa yang sopan dan formal dalam menyampaikan permohonan Anda. Hindari bahasa yang kasar, mengancam, atau merendahkan. Ingatlah bahwa Anda sedang mengajukan permohonan kepada instansi pemerintah, sehingga kesantunan adalah hal yang penting.
6. Lampiran Dokumen Pendukung yang Lengkap¶
Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat permohonan remisi. Pastikan Anda melampirkan semua dokumen pendukung yang relevan dengan alasan permohonan Anda. Beberapa contoh dokumen pendukung yang umum dilampirkan adalah:
- Salinan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dikenakan penalti.
- Bukti pembayaran pajak (jika keterlambatan pembayaran bukan karena kelalaian Anda).
- Surat keterangan atau dokumen lain yang membuktikan alasan permohonan remisi (misalnya surat keterangan bencana alam, surat keterangan gangguan sistem bank, laporan keuangan, dll.).
- Dokumen identitas perusahaan (salinan akta pendirian, NPWP, dll.).
- Dokumen lain yang relevan dengan kasus Anda.
Susun dokumen lampiran secara rapi dan terurut. Buat daftar lampiran di bagian akhir surat agar memudahkan DJP dalam memeriksa kelengkapan dokumen. Pastikan semua dokumen lampiran terbaca jelas dan berkualitas baik.
7. Penutup, Tanggal, Tanda Tangan, dan Nama Jelas¶
Bagian akhir surat harus memuat:
- Penutup: Kalimat penutup yang sopan, misalnya “Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenan Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.”
- Tempat dan Tanggal Pembuatan Surat: Sebutkan tempat dan tanggal surat dibuat.
- Tanda Tangan: Tanda tangan oleh pejabat perusahaan yang berwenang (misalnya direktur atau manajer keuangan).
- Nama Jelas dan Jabatan: Nama jelas pejabat yang menandatangani surat beserta jabatannya di perusahaan.
- Stempel Perusahaan: Stempel perusahaan (jika ada).
Pastikan surat ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan dilengkapi dengan stempel perusahaan (jika ada). Hal ini menunjukkan bahwa surat permohonan tersebut resmi dan sah secara hukum.
Contoh Struktur Surat Permohonan Remisi Penalti SST¶
Berikut adalah contoh struktur surat permohonan remisi penalti SST yang bisa Anda jadikan referensi:
[KOP SURAT PERUSAHAAN (Jika Ada)]
[Tempat, Tanggal]
Nomor : [Nomor Surat]
Lampiran : [Jumlah Lampiran]
Perihal : Permohonan Remisi Penalti Pajak Penjualan dan Pajak Layanan (SST)
Yth.
Direktur Jenderal Pajak
u.p. [Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat perusahaan terdaftar]
[Alamat KPP]
Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Wajib Pajak : [Nama Perusahaan]
NPWP : [NPWP Perusahaan]
Alamat : [Alamat Lengkap Perusahaan]
Nomor Telepon : [Nomor Telepon Perusahaan]
Email : [Email Perusahaan]
Mengajukan permohonan remisi penalti Pajak Penjualan dan Pajak Layanan (SST) atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagai berikut:
Nomor SKP : [Nomor SKP]
Tanggal SKP : [Tanggal SKP]
Jenis Pajak : Pajak Penjualan dan Pajak Layanan (SST)
Masa Pajak : [Masa Pajak]
Jumlah Penalti : [Jumlah Penalti]
Adapun alasan kami mengajukan permohonan remisi penalti ini adalah sebagai berikut:
[Uraikan Alasan Permohonan Remisi Secara Jelas, Rinci, dan Didukung Bukti. Misalnya:]
Kami mengakui adanya keterlambatan pembayaran SST untuk Masa Pajak [Masa Pajak] sebagaimana tercantum dalam SKP Nomor [Nomor SKP]. Keterlambatan ini disebabkan oleh [Jelaskan Alasan Keterlambatan, Misalnya: kesalahan input data saat melakukan pembayaran melalui sistem perbankan]. Sebagai bukti kesalahan tersebut, kami lampirkan [Sebutkan Bukti Pendukung, Misalnya: screenshot bukti transaksi yang gagal dan screenshot bukti transaksi yang berhasil dengan tanggal yang berbeda]. Kesalahan ini murni merupakan ketidaksengajaan dan tidak ada niat sedikit pun dari pihak kami untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak.
[Jika Ada Dasar Hukum, Sebutkan dan Jelaskan:]
Permohonan remisi ini kami ajukan berdasarkan [Sebutkan Dasar Hukum, Misalnya: Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009].
Dengan demikian, kami memohon kepada Bapak/Ibu Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala KPP [Nama KPP] untuk dapat mengabulkan permohonan remisi penalti SST kami dan mempertimbangkan untuk [Sebutkan Permohonan Secara Jelas, Misalnya: menghapuskan seluruh penalti atau mengurangi penalti sebesar persentase tertentu].
Sebagai bahan pertimbangan, bersama surat ini kami lampirkan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut:
- Fotokopi Surat Ketetapan Pajak (SKP) Nomor [Nomor SKP].
- [Sebutkan Dokumen Lampiran Lainnya Secara Rinci].
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenan Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
[Nama Perusahaan]
[Tanda Tangan Pejabat Berwenang]
[Nama Jelas Pejabat Berwenang]
[Jabatan Pejabat Berwenang]
[Stempel Perusahaan (Jika Ada)]
Catatan: Contoh struktur surat di atas bersifat umum. Anda perlu menyesuaikan isinya dengan kondisi dan alasan permohonan remisi Anda.
Tips Agar Permohonan Remisi Anda Disetujui¶
Mengajukan permohonan remisi penalti SST memang tidak menjamin 100% akan dikabulkan. Namun, ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk meningkatkan peluang keberhasilan permohonan Anda:
1. Ajukan Permohonan Sesegera Mungkin¶
Jangan menunda-nunda pengajuan permohonan remisi. Semakin cepat Anda mengajukan permohonan setelah menerima SKP penalti, semakin baik. Keterlambatan pengajuan permohonan bisa diinterpretasikan sebagai kurangnya keseriusan Anda dalam menyelesaikan masalah pajak. Segera setelah Anda menyadari adanya potensi remisi, susun surat permohonan dan lampirkan dokumen pendukung secepatnya.
2. Lengkapi Semua Dokumen Pendukung yang Relevan¶
Kelengkapan dokumen adalah kunci penting dalam permohonan remisi. Pastikan Anda melampirkan semua dokumen pendukung yang relevan dengan alasan permohonan Anda. Dokumen yang lengkap akan memberikan gambaran yang jelas dan meyakinkan kepada DJP mengenai kondisi Anda. Periksa kembali daftar lampiran sebelum mengirimkan surat permohonan untuk memastikan tidak ada dokumen yang terlewat.
3. Gunakan Bahasa yang Sopan, Profesional, dan Jelas¶
Bahasa yang Anda gunakan dalam surat permohonan juga berpengaruh. Gunakan bahasa yang sopan, profesional, dan jelas. Hindari bahasa yang emosional, merendahkan, atau tidak formal. Sampaikan alasan permohonan Anda dengan lugas dan terstruktur. Gunakan kalimat yang efektif dan hindari kalimat yang bertele-tele atau ambigu.
4. Pastikan Alasan Remisi Kuat dan Dapat Dibuktikan¶
Kualitas alasan permohonan remisi Anda adalah faktor penentu utama. Pastikan alasan yang Anda ajukan kuat, logis, dan dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung. Alasan yang lemah atau tidak didukung bukti kuat akan sulit untuk dikabulkan. Fokus pada alasan yang paling relevan dan kuatkan argumen Anda dengan data dan fakta yang akurat.
5. Konsultasikan dengan Ahli Pajak Jika Perlu¶
Jika Anda merasa ragu atau kesulitan dalam menyusun surat permohonan remisi, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli pajak. Konsultan pajak dapat memberikan panduan profesional, membantu Anda menilai peluang keberhasilan permohonan, dan membantu menyusun surat permohonan yang efektif. Meskipun membutuhkan biaya tambahan, konsultasi dengan ahli pajak bisa menjadi investasi yang berharga untuk meningkatkan peluang remisi Anda dikabulkan.
Fakta Menarik Seputar SST dan Penalti di Indonesia¶
Meskipun mungkin terasa menjengkelkan, penalti dalam sistem perpajakan sebenarnya memiliki tujuan yang penting. Penalti bukan hanya sekadar hukuman, tetapi juga berfungsi sebagai disinsentif agar Wajib Pajak lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Di Indonesia, sistem penalti SST diatur dalam berbagai peraturan perpajakan, dan terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah.
Salah satu fakta menarik adalah bahwa pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kepatuhan pajak melalui berbagai cara, termasuk penegakan hukum dan pemberian insentif. Remisi penalti SST sendiri merupakan salah satu bentuk insentif yang diberikan pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang memiliki itikad baik namun menghadapi kesulitan atau kesalahan yang tidak disengaja. Kebijakan remisi ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek keadilan dan kemanusiaan dalam sistem perpajakan.
Selain itu, perlu diketahui bahwa jenis dan besaran penalti SST bisa bervariasi tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Penalti untuk keterlambatan pembayaran tentu berbeda dengan penalti untuk kesalahan pelaporan atau pelanggaran lainnya. Memahami jenis pelanggaran dan besaran penalti yang berlaku sangat penting agar Wajib Pajak dapat mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi masalah pajak mereka. Informasi mengenai jenis dan besaran penalti SST biasanya tercantum dalam peraturan perpajakan atau dapat ditanyakan langsung kepada petugas pajak di KPP.
Kesimpulan dan Langkah Selanjutnya¶
Mengajukan permohonan remisi penalti SST adalah hak Wajib Pajak yang patut dimanfaatkan jika Anda merasa penalti yang dikenakan tidak adil atau ada alasan kuat untuk diringankan. Dengan menyusun surat permohonan yang baik, lengkap, dan didukung bukti yang kuat, Anda memiliki peluang untuk mendapatkan remisi dan meringankan beban keuangan perusahaan Anda. Ingatlah untuk selalu bertindak cepat, teliti, dan profesional dalam proses pengajuan permohonan remisi.
Jika Anda saat ini sedang menghadapi masalah penalti SST, jangan ragu untuk segera menyusun surat permohonan remisi berdasarkan panduan dan contoh yang telah dijelaskan di atas. Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu Anda dalam mengatasi masalah pajak Anda. Jangan lupa untuk berkonsultasi dengan ahli pajak jika Anda memerlukan bantuan lebih lanjut.
Apakah Anda memiliki pengalaman mengajukan remisi penalti SST? Atau mungkin ada pertanyaan seputar topik ini? Silakan tinggalkan komentar Anda di bawah ini! Mari berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk membantu sesama Wajib Pajak.
Posting Komentar